Perkembangan Teori Governance

Pengantar
Demokratisasi yang berlangsung luas diberbagai negara dunia setelah berakhirnya perang dunia I, melahirkan negara-negara rejim demokratis. Seiring dengan itu tuntutan untuk menyusutkan peran negara dalam kehidupan berbangsa semakin meluas. Peran administrasi publik dalam konteks demikian secara imperatif mereposisikan dirinya  sebagai governance, yang semula menjadi instrumen negara menjadi  instrumen publik dalam konteks yang luas.
Selama seperempat abad terakhir, dengan perkembangan industri telah  membuatperubahan mendasar dalam tujuan demokrasi dan metode pemerintah. Berbagai elemen dikombinasikan untuk menghasilkan perubahan ini dengan meningkatkan defisit, mengatasisatagnation ekonomi, meningkatkan kesejahteraan. Merubah karakteristik pembangunan pasca Perang Dunia II, pemerintah pada 1970, 1980, dan tahun l990 menjadi kurang hirarki, lebih terdesentralisasi, dan pemerintah berperan sebagai aktor kebijakan dominan ke sektor swasta (Kettl 2OOO).
Administrasi publik menjadi sarana utama untuk meningkatkan tercapainya tujuan publik utamanya dalam mengalokasikan resorsis publik sehingga terhindar dari distorsi, manipulasi. Sekalipun demikian, governance, sebagai sebuah pendekatan dalam administrasi publik juga mulai memasuki ekologi sosial baru yang sarat dengan sistem nilai misalnya  budaya, politik, informasi, komunikasi. Nilai-nilai formal yang direproduksi secara hirarkis dan rasional memang turut membangun watak reposisi ini.
Perubahan ini menimbulkan pertanyaan tentang ruang lingkup dan sifat administrasi Publik, baik sebagai profesi dan sebagai ilmiah. untuk hampir seluruh abad kedua puluh, administrasi publik identik dengan birokrasi, hirarki, dan akuntabilitas. Reformasi administrasi tidak hanya sifat dari pemerintah sendiri yang dipertanyakan dan diubah tetapi juga kekuasaan dan tanggung jawab kota, negara, dan negara-bangsa menjadi kurang didefinisikan dan semakin bergabung dengan yurisdiksi lainnya di sektor swasta. administrasi negara sekarang kurang birokrasi, kurang hirarkis, dan kurang bergantung pada kewenangan pusat dalam mengambil kebijakan.

Teori Governance
Kata governance kini menjadi satu idiom yang dipakai secara luas, sehingga dapat dikatakan juga menjadi konsep payung dari sejumlah terminologi dalam kebijakan dan politik, kata ini acapkali digunakan secara serampangan untuk menjelaskan :  jaringan kebijakan  (policy networks, Rhodes: 1997), manajemen publik (public management, Hood: 1990), koordinasi antar sektor ekonomi (Cambell el al, 1991), kemitraan publik-privat (Pierre, 1998), corporate governance(Williamson, 1996) dan good govenance yang acapkali menjadi syarat utama yang dikemukakan oleh lembaga-lembaga donor asing (Lefwich, 1994).
Sementara itu dalam konteks reposisi administrasi publik Frederickson memberikan interpretasi governance dalam empat terminology :
    Pertama, Governance, menggambarkan bersatunya sejumlah organisasi atau institusi baik itu dari pemerintah atau swasta yang dipertautkan (linked together) secara bersama untuk mengurusi kegiatan-kegiatan publik. Mereka dapat bekerja secara bersama-sama dalam sebuah jejaring antar negara. Karenanya terminologi pertama ini, governance menunjuk networking dari sejumlah himpunan-himpunan entitas yang secara mandiri mempunyai kekuasaan otonom. Atau dalam ungkapan Frederickson adalah perubahan citra sentralisasi organisasi menuju citra organisasi yang delegatif dan terdesentralisir. Mereka bertemu untuk malakukan perembugan, merekonsiliasi kepentingan sehingga dapat dicapai tujuan secara kolektif atau bersama-sama. Kata kunci terminologi pertama ini adalah networking, desentralisasi. 
   Kedua, Governance sebagai tempat berhimpunnya berbagai pluralitas pelaku - bahkan disebut sebagai hiper pluralitas - untuk membangun sebuah konser antar pihak-pihak yang berkaitan secara langsung atau tidak (stake holders) dapat berupa : : partai politik, badan-badan legislatif dan divisinya, kelompok kepentingan, untuk menyusun pilihan-pilihan kebijakanseraya mengimplementasikan. Hal penting dalam konteks ini adalah mulai hilangnya fungsi kontrol antar organisasi menjadi, menyebarnya berbagai pusat kekuasaan pada berbagai pluralitas pelaku, dan makin berdayanya pusat-pusat pengambilan keputusan yang makin madiri.
Dengan demikian terminologi kedua ini menekankan, governance dalamm konteks pluralisme aktor dalam proses perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan. Beberapa pertanyaan kunci yang penting : seberapa jauh kebijakan yang dilakukan pemerintah merespon tuntutan masyarakat, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam proses tersebut, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam proses implementasi, seberapa besar inisiatif dan kreativitas masyarakat tersalurkan, seberapa jauh masyarakat dapat mengakses informasi menyangkut pelaksanaan kebijakan tersebut, seberapa jauh hasil kebijakan tersebut memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kata kunci dalam terminologi kedua ini adalah pluralitas aktor, kekuasaan yang makin menyebar, perumusan dan implementasi kebijakan bersama.
   Ketiga, Governance berpautan dengan kecenderungan kekinian dalam literatur-literatur manajemen publik utamanya spesialisasi dalam rumpun kebijakan publik, dimana relasi multi organisasional antar aktor-aktor kunci terlibat dalam implementasi kebijakan. Kerjasama para aktor yang lebih berwatak politik, kebersamaan untuk memungut resiko, lebih kreatif dan berdaya, tidak mencerminkan watak yang kaku utamanya menyangkut : organisasi, hirarki, tata aturan. Dalam makna lebih luas governance merupakan jaringan (network) kinerja diantara organisasi-organisasi lintas vertikal dan horisontal untuk mencapai tujuan-tujuan publik. Kata kuncinya jaringan aktor lintas organisasi secara vertikal dan horisontal.
   Keempat, terminologi Governance dalam konteks administrasi publik kental dengan sistem nilai-nilai kepublikanGovernance menyiratkan sesuatu hal yang sangat penting. Governance menyiratkan sesuatu keabsahan. Governance menyiratkan sesuatu yang lebih bermartabat, sesuatu yang positif untuk mencapai tujuan publik. Sementara terminologi pemerintah (government) dan birokrasi direndahkan, disepelekan mencerminkan sesuatu yang lamban kurang kreatif. Governance dipandang sebagai sesuatu yang akseptabel, lebih absah, lebih kreatif, lebih responsif dan bahkan lebih baik segalanya.

Dari keempat terminologi tersebut dapat ditarik pokok pikiran bahwa governance dalam konteks administrasi publik adalah merupakan proses perumusan dan implementasi untuk mencapai tujuan-tujuan publik yang dilakukan oleh aktor : pluralitas organisasi, dengan sifat hubungan yang lebih luwes dalam tataran vertikal dan horisontal, disemangati oleh nilai-nilai kepublikan antara lain keabsahan, responsif, kreatif. Dilakukan dalam semangat kesetaraan dan netwoking yang kuat untuk mencapai tujuan publik yang akuntabel.
Berdasarkan pemikiran ini governance adalah merupakan sebuah ekspansi notion dari makna administrasi publik yang semula hanya diartikan sebagai hubungan struktural antara aktor-aktor yang ada dalam mainstream negara. Secara tegas Milward dan O'Toole memberikan interpretasi governance dalam dua aras penting : Pertamagovernance sebagai studi tentang konteks struktural dari organisasi atau institusi pada berbagai level (multi layered structural contex). Kedua,governance adalah studi tentang network yang menekankan pada peran beragam aktor sosial dalam sebuah jejaring negosiasi, implementasi, dan pembagian hasil. Merupakan konser sosial melibatkan pelaku-pelaku untuk mengakselerasikan kepentingan publik secara lebih adil dan menebarnya peran lebih merata sesuai dengan realitas pluralitas kepentingan dan aktor yang ada.
Sementara itu dari perspektif strukturalis sebagaimana argumentasi Lynn, Heinrich dan Hill yang dikutip oleh Frederickson elemen penting notion governance meliputi aras teori kelembagaan (institutionalism) dan teori jaringan (network theory).
Pertama, governance berkaitan dengan suatu level kelembagaan (institutional level). Matra ini meliputi sistem nilai,  peraturan-peraturan formal atau informal dengan tingkat pelembagaan yang mantap : bagaimana hirarki ditata, sejauhmana batas-batasnya disepakati, bagaimana prosedurnya, apa nilai-nilai kolektif yang dianut rejim. Yang termasuk dalam konsepsi ini antara lain :  hukum administrasi, dan bentuk peraturan legal lainnya, teori-teori yang berkaitan dengan bekerjanya birokrasi dalam skala luas, teori politik ekonomi, teori kontrol politik terhadap birokrasi. Pada gatra ini terdapat sejumlah teori yang sangat penting : teori kelembagaan (institutional theory), teori perburuan rente (rent seeking), teori  kontrol dari birokrasi, dan dan teori tujuan dan filosofi pemerintah. Pada bagian ini teori governance difokuskan pada tataran-tataran sistem nilai (value).
Kedua, pada level organisasi dan managerial governance akan berpautan dengan biro-biro hirarki, departemen, komisi dan agen-agen pemerintah  atau juga organisasi-organisasi yang menjalin hubungan kerja dengan pemerintah . Pada tataran ini agenda-agenda : kebebasan dan mandirian administratif, takaran-takaran unjuk kerja dalam proses pelayanan publik, menjadi isu yang penting. Tori-teori yang signifikan untuk menjelaskan fenomena ini antara lain : principal-agent theory, transaction cos analysis theory, collective action theory, network theory. Intinya, pada terminologi kedua ini governance diproyeksikan pada peran mengakselerasikan kepentingan-kepentingan publik (public interest) dalam suatu network antar institusi.
Ketiga, pada level teknis, bagaimana nilai-nilai dan kepentingan publik sebagaimana telah dikemukakan pada pendekatan pertama dan kedua harus dioperasionalisasikan dalam tindakan-tindakan riil. Isu-isu tentang profesionalisme, standar kompetensi teknis, akuntabilitas, dan kinerja (performance) sangat penting dalam konteks ini. Teori-teori yang relevan untuk tema ini antara lain : ukuran-ukuran efesiensi, teknis manajemen budaya organisasi, kepemimpinan, mekanisme akuntabilitas,  dan ukuran. Dengan demikian pada level ini governance lebih banyak berurusan dengan implementasi kebijakan publik pada level operasional (public policy at the street level).
            Ide tentang Governance yang menarik juga ditulis oleh Dr. Sanjeev Kumar Sharma dalam Jurnal Indian Idea of Good Governance “Revisiting Kautilya’s Arthshastra”, yang menyingkap teori Kautilya Arthshastra. Didalamnya digambarkan kaitan antara teori Governance dengan teori Kautilya Arthshastra.
Governance telah menjadi gagasan ideal pemikir politik, perencana kebijakan, pengambil keputusan dan para akademisi. Dalam masyarakat apapun, perhatian dasar dari warga negara adalah kebaikan pemerintah. Dan untuk ini sistem dan sub-sistem  dasarnya pemerintahan harus efisien, efektif, ekonomis, etis dan adil. Dengan cara yang sama, proses tata kelola juga harus peduli saja, masuk akal, adil dan warga. Untuk mencapai kualitas tata pemerintahan yang baik, mesin pemerintahan juga harus akuntabel dan bertanggung jawab.
Pencarian ini untuk pemerintahan yang baik, sejak lama, menjadi andalan evaluasi fungsi kekuatan. wacana Akademik sebagian besar telah tergantung pada model konsep Barat tentang tata pemerintahan yang baik. Tapi kami menemukan bahwa hal ini tidak sepenuhnya fenomena baru dan masalah tersebut telah menemukan menonjol dalam karya-karya ilmiah tentang pemerintahan dan masyarakat pada abad-abad awal juga.
Kita mungkin mulai dengan suatu usaha untuk menelusuri akar kepedulian kami terhadap tata pemerintahan yang baik dalam kitab suci India kuno. Dalam upaya untuk memfasilitasi pemahaman kita tentang konsep tata pemerintahan yang baik dalam konteks kuno pemerintahan, Kautilya's Arthashastra mungkin terbukti dalam basis penting. Kautilya sendiri telah diproklamasikan pada awal Arthshastra bahwa risalah tentang aturan pemerintahan untuk raja telah disiapkan setelah pemahaman sistematis dari semua literatur akademis tersedia pada subyek dan pengadaan bukti empiris pada kerangka teoritis yang berlaku fungsi politik pemerintah.
Hal ini di latar belakang ini bahwa beberapa upaya telah dilakukan  untuk memahami konsep negara kesejahteraan dalam teori politik Kautilya dan ini telah disambut dengan baik. Telah benar mengamati bahwa meskipun banyak pekerjaan oleh para ahli pada signifikansi historis dari Arthshastra serta memberikan kontribusi teori Kautilya untuk tata negara dan administrasi, kitab klasik berlimpah belum dilihat dari sudut Ilmu Politik.
Teori Arthashastra pada dasarnya adalah sebuah buku pegangan untuk bimbingan kelompok yang mengatur sebuah manual bagi politisi berlatih. Dalam porsi signifikan besar dari itu, Kautilya mengatur untuk kebutuhan yang spesifik dan menggunakan diuji prosedur administrasi. Prosedur, dengan demikian ditentukan, indikasi tata pemerintahan yang baik, tidak kehilangan relevansi mereka sampai tanggal dengan mengacu pada konteks sosial-politik dan budaya di India. Telah benar diamati bahwa Samhitas dari Yajurveda dan Brahamans telah mengembangkan prinsip Veda lama kewajiban raja terhadap rakyatnya.
Prinsip-prinsip administrasi negara yang tercantum dalam Kautilya's Arthashastra sekitar 2300 tahun yang lalu, mempunyai persamaan dengan konsep modern negara kesejahteraan dalam hal ideologi, cita-cita, fungsi, tugas, tugas, sosial administrasi organisasi, dll. Prinsip-prinsip dan kebijakan pemerintah dan administrasi menemukan tempat ablarge di kanvas oleh pemikiran politik Kautilya's. Pelajaran pertama pada tuga mengatur kerajaan bagi raja untuk mendapatkan penaklukan dirinya sendiri, untuk menghindari canda, penipuan dan keserakahan, untuk menampilkan kecerdasan, keahlian dan menahan diri, untuk bertindak dengan musyawarah dan sebagainya. King's merger lengkap kepentingannya pada mereka rakyatnya serta konsep negara-kesejahteraan lipat dengan dua tujuan atas kebebasan anggotanya dari rasa takut dan dari ingin, menandai pembentukan prinsip dasar tata pemerintahan yang baik. Raja disarankan untuk terus mengadopsi perilaku wanita hamil: sebagai ibu mengabaikan menyukai sendiri mencari yang baik dari anak dalam rahimnya, sehingga harus raja bersikap terhadap rakyatnya, raja orang benar harus terus berperilaku sehingga menyerah yang sayang kepadanya demi apa yang bermanfaat bagi umat-Nya. Dalam hal ini, Arthashastra mendefinisikan konsep 'Hindu' dari 'kepentingan umum' yang harus dilakukan oleh seorang raja yang baik dari semua dan setiap orang harus tersedia. Arthashastra membahas secara rinci prinsip kebenaran yang temporal penguasa atau kebenaran politik.
Prinsip-prinsip dan kebijakan pemerintah yang melibatkan konsepsi negara kesejahteraan dan bahwa identifikasi lengkap penguasa dengan rakyatnya telah dimasukkan dalam skema hal oleh Kautilya, dengan demikian, menyediakan subordinasi kekayaan untuk kebajikan. Membenarkan penerapan kebenaran dalam urusan pemerintahan, menyatakan kebenaran menjadi esensi kerajaan, Arthashastra menjelaskan bagaimana sikap raja terhadap prinsip ini diikuti dengan mendalam tolakan pada individu dan masyarakat melalui pengaruhnya terhadap fisik lingkungan. Arthashastra menjelaskan prinsip kebenaran politik sedemikianrupa sehingga tidak hanya melibatkan kualifikasi tinggi moral raja dan perlindungannya cemerlangnya mata pelajaran, tapi juga seleksi menteri yang berkualitas dan penerapan tentang asing kebijakan pada prinsip kemanfaatan. Hanya aplikasi danda, (otoritas koersif penguasa temporal) juga bisa menuntun dia menuju tata pemerintahan yang baik. Arthashastra conceives danda menjadi paling pasti dan cara yang paling universal menjamin keamanan publik serta stabilitas tatanan sosial, sementara merenungkan penerapan universal danda terlepas dari peringkat pelaku dan status. Dalam Arthashastra dari Kautilya, kita menemukan sepenuhnya dan perawatan yang paling sistematis teori India pemerintah kuno. Ini berkaitan dengan topik-topik seperti hubungan dari raja dengan faktor lain dari struktur negara, skema pelatihan sang pangeran di dasar pengembangan simultan dari kecerdasan dan karakter, perekrutan dan pemilihan pejabat, teknik konsultasi raja dengan menterididirikan pada analisis yang jelas tentang nilai dan syarat nasihat, dan akhirnya, organisasi sipil dan pemerintahan militer berdasarkan pertimbangan tersebut sebagai kecenderungan kekuasaan untuk berkembang biak korupsi dan bahaya militer bersatu perintah dari sudut pandang keamanan eksternal.
Aspek dari kehidupan disiplin dan kode etik fitur penting dari yang baik pemerintahan. Inimenetapkan sebuah model untuk diikuti orang lain, sebagaimana diatur dalam Arthashastra. Rajabimbingan dan mengawasi administrasi lain konstituen dari pemerintahan yang baik. Hal ini menjamin kesejahteraan rakyat. Administrasi kompetensi raja dan menterinya seperti yang disarankan oleh Kautilya juga mengarah ke pemerintahan yang baik. Semua ini menunjukkan bagaimana sistem Kautilya tentang pemerintahan sangat modern di konsep dan kontemporer di juklak. Untuk hari ini, oleh karena itu, cukup alami, persepsi dan tulisan-tulisan yang menarik perhatian tidak hanya akademis peneliti tetapi juga pemikir banyak hari ini, pengamat administratif dan politik pemimpin, seperti filsafat, ajaran, nasihat dan saran yang terkandung dalam dua epos kuno, Ramayana dan Mahabharata, memiliki relevansi yang substansial, bahkan hari ini di hal prinsip dasar kenegaraan dan pemerintahan. Kami menemukan bahwa sebagian besar dasar fitur konsep modern dari pemerintahan yang baik, tanggap pemerintah, efisiensi administrasi, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, pembangunan secara keseluruhan masyarakat politik, kualitas hidup yang baik, etis dan ekonomi kekayaan telah mendapatkan tempat yang menonjol dalam proses berpikir dan struktur administrasi didalilkan oleh Kautilya dalam bukunya Arthashastra. Tujuan utama dari otoritas telah digambarkan sebagai kebahagiaan rakyat. Semua tujuan-tujuan lain yang gratis dan  sekunder. Hal ini tidak hanya menunjukkan perhatian besar filsuf untuk kesejahteraan membawa orang, tapi juga meneruskan 'India' Model pemerintahan yang baik sebelum masyarakat akademik besar.
Kemudian berkaitan dengan Governance sebagai New Public Management Demetrios Argyriades dalam jurnal International Review Administrative Science dengan judul Good Governance, professionalism, ethic and Responsibility berpendapat bahwa pemerintah tidak hanya ada profesi, tetapi banyak. Pemerintah menggunakan berbagai spesialisasi dan keterampilan kerja. Apa yang membedakan anggota profesi pelayanan publik merupakan komitmen untuk umum dibandingkan dengan kepentingan tertentu. Konsep kepentingan umum dan universalitas memilik nilai-nilai sangat penting dalam hal ini.
New Public Managemen yang berorientasi kepada pelayanan, etika dan profesionalisme, mempertanyakan bobot relatif mereka, menurut prioritas utama dan hasil priming atas proses. Baru-baru ini, serangan telah datang dari neo-konservatif mempertanyakan universalitas nilai-nilai dan kekakuan profesional yang memerlukan ini. Implisit atau eksplisit, pendukung argumen ini telah biarkan dipahami bahwa nilai-nilai profesional seperti benar-benar bergantung pada kesetiaan kepada organisasi utama seseorang, kelompok atau negara bangsa. Sejalan dengan pendekatan ini, beberapa orang telah menyarankan bahwa tindakan tercela bermigrasi ke pesawat yang lebih tinggi jika mereka dapat digambarkan sebagai tugas untuk satu negara, sebagaimana disetujui oleh raison d'état, atau sebagai manifestasi dari tidak perlu diragukan lagi ketaatan kepada kepala politik.
Ada beberapa point yang digambarkan Demetrios Argyriades dalam pelaksanaan penelitiannya :
a.      The limits of obedience
Perdebatan politik selama krisis berlangsung telah menawarkan wawasan yang luas ke dalam peran yang benar profesional dalam pemerintahan. Pada isu ini tidak tugas untuk melayani atau untuk taat, melainkan parameter, metode dan sarana pelayanan publikyang profesional amati dalam melakukannya. Apakah semangat tak terbatas dalam rangka ? Apakah hasil semua hitungan itu? Apakah tujuan membenarkan sarana ? Beberapa orang tampaknya berpikir begitu. Namun, pelajaran sejarah, Perang Dunia II pada khususnya, serta kasus terakhir dan hukum internasional, titik pada kesimpulan yang berbeda. Dalam pernyataan yang luar biasa dikaitkan dengan Richardson, penasihat Presiden Nixons menekankan para pemimpin politik kebutuhan keahlian, kelembagaan memori, dan saran jujur rekan karir mereka '(Pfiffner, 2003: 257). Untuk memberikan saran jujur tersebut, didasarkan pada keahlian, pegawai negeri harus merasa bebas untuk berbicara kebenaran kepada kekuasaan; apa yang di bawah keadaan apapun mereka tidak mungkin lakukan adalah sengaja menyimpangkan itu untuk menjilat.
b.      Ethic and Responsibility
Dua obiter dari Aristoteles membawa ke bantuan tajam sifat dan pentingnya etika, di satu sisi, dan ketergantungan dekat etika dan tanggung jawab, di  lainnya. Yang pertama adalah ditemukan dalam Etika Nicomachean. Di sana, Aristoteles menjelaskan bahwa, sebagai kata menunjukkan, penilaian etika dan perilaku sangat sebagian besar produk dari kebiasaan dan socialization. Yang lain, dari Poetics, menyatakan bahwa perilaku etis yang memanifestasikan dirinya dalam melaksanakan choices. antara mereka, dua pernyataan ini menyoroti peran penting bahwa tanggung jawab pribadi bermain di etika profesi dan karenanya, kebutuhan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu lingkungan yang memungkinkan, memang memfasilitasi, informasi pilihan etika oleh karyawan publik. Penting untuk tujuan ini dan good governance pada umumnya adalah kerangka kelembagaan, yang  nikmat perilaku etis. Tak kalah penting, bagaimanapun, adalah juga budaya manajemen, yang kedua menetapkan parameters18 dan memotivasi para pejabat untuk melayani kepentingan publik. Meskipun, untuk mengekspresikan secara berbeda, 'anti-korupsi strategi' dan lainnya eksogen  sanksi dapat membantu menjaga pelayan publik di jalan yang lurus dan sempit, ia akhirnya nilai-nilai, mestinya dihayati dan konsisten dipraktekkan di tempat kerja, yang membentuk kepribadian profesional pelayanan publik dan membimbing langkah-langkah mereka untuk bertindak. Saling ketergantungan dekat struktur kelembagaan dan budaya terletak di pusat sangat akuntansi argumen Aristoteles untuk jarak antara polities diatur dengan baik dan mereka yang korup.
c.       Public service professionalism and the ethics of responsibility
Penyembahan keberhasilan dan marketisasi nilai-nilai yang tidak terbatas pada sensu stricto sektor publik. Menurut semua account, telah cepat menyebar ke sektor non profit (Eikenberry dan Kluver, 2004: 132-40).
Hasil dari  tren ini dan kewirausahaan sosial, bisa ditebak, telah dicampur. Menjelajahi fenomena ini, sebuah penelitian terbaru ditemukan: pergeseran dari melayani masyarakat miskin untuk melayani mereka yang bisa membayar mendesak menekan untuk menyaring mereka yang sulit untuk melayani fokus pada kebutuhan klien daripada kebutuhan masyarakat peningkatan penekanan pada hubungan manajemen dan publik pada biaya pelayanan dan dukungan untuk status quo.
Studi menyimpulkan mengatakan bahwa wirausaha sosial, dengan fokus pada garisbawah, secara negatif mempengaruhi partisipasi masyarakat, serta modal sosial. Dengan masyarakat sipil beresiko, kecenderungan saat ini membawa ke fokus mencolok memutuskan antara retorika dan kenyataan di ruang publik. Nasional dan internasional,wacana publik penuh dengan doa saleh patriotisme, etika, demokrasi, tanggap,profesionalisme, transparansi dan akuntabilitas. Paradoksnya, bagaimanapun, satu inderayang, dalam kenyataannya, manajemen dan politik, nasional dan internasional, terletak pada sebuah palung moral yang mendalam. Apa model pasar pemerintahan telahdibudidayakan adalah kebingungan tentang peran dan mengabaikan batas-batas bisnisdan pemerintah. Penolakan identitas profesi pelayanan publik telah datang denganrelativisme moral, yang segala cara yang baik, asalkan mereka meningkatkan posisi danmembantu memajukan tujuan pemain kekuatan utama (Argyriades, 2003).
d.      Professional autonomy: the basis of ethical conduct in the public service
Profesionalisme, pada umumnya, tetapi profesionalisme pelayanan publik ke tingkat yanglebih tinggi, berarti keunggulan prinsip dan pengetahuan atas kebijaksanaan. Mereka menandai bertentangan dengan oportunisme bayaran dan hal merendahkan diri kepada kekuasaan. Pribadi tanggung jawab harus, karena itu, mengambil tempatnya di hub etika profesional. Tanggung jawab pribadi berarti kepemilikan proyek, keputusan atau nasihat yang pelayan publik telah menjadi bagian atau agen. Tingkat tinggi keterampilan dan pengetahuan, tidak peduli seberapa signifikan, hanyalah prasyarat untuk tindakan yang tepat. Kompetensi ekspresi netral menunjukkan bahwa profesional akan menempatkan mereka pada jasa dari penyebab yang berhak atau pemimpin yang sah, apakah dia mungkin setuju dengan filsafat yang mendasarinya atau tidak. Ini perlu ditekankan, di sisilain, bahwa kata-kata operasi, dalam konteks ini, adalah penyebab sah dan pemimpinyang sah.
Sejak akhir Perang Dunia Kedua, praktek administratif dan hukum internasional telah menetapkan parameter perilaku toleransi dan, dengan implikasi, apa itu program sah. Dalam dunia kita yang berubah cepat, reinterpretasi konstan, serta tambahan pedoman, akan diperlukan dan pelatihan dalam hal-hal seperti itu, mirip dengan belajar sepanjang hayat, harus dianggap sebagai bagian dari pengembangan profesional dan persiapan tepat waktu untuk tugas-tugas dari posting senior dalam setiap bidang kegiatan. Penilaian Kritis dan pelatihan esensi untuk tidak ada cara yang terbaik, satu ukuran cocok untuk semua solusi dalam etika pelayanan publik. 'Hasil atas proses tidak akan melakukannya! Apapun kompleksitas, frekuensi dan mana-mana dari dilema etis tidak boleh mengintimidasi pelayanan publik profesional. Memecahkan dilema tersebut lebih dari persiapan untuk tugas pelayanan publik. Dalam arti yang sangat nyata, ia menawarkan isyarat tentang kehidupan yang baik. Sebab, dalam kata-kata Socrates, dalam bukunya Permintaan Maaf abadi, kehidupan tanpa introspeksi, perdebatan dan eksplorasin hampir tidak hidup layak. Seperti Aristoteles katakan, 'kebajikan terletak ditengah antara dua kejahatan: kekurangan dan kelebihan. Mengejar kebajikan, sesuai, adalah tugas yang tidak pernah berakhir.

Kemudian sejalan dengan perkembangan administrasi public, Kenneth J. Meier dalam jurnal Public Administration Review dengan judul Governance, Structure, and Democracy: Luther Gulick and the Future of Public Administration dengan mendudukkan teori Luther Gulick dan memprediksi masa depan administrasi Publik berkesimpulan bahwasannya :
Dalam banyak hal, baik praktek administrasi publik dan studi untuk tahun 2020 tidak lebihseperti mereka hari ini. Melihat tren, bagaimanapun, dapat difasilitasi oleh pandangan historis; esaiini akan mengambil tulisan-tulisan Luther Gulick untuk tujuan ini. Meskipun banyak akademik administrasi publik kontribusi dari Luther Gulick telah diberhentikan, ini adalah disayangkan hasil dari "Herbert Simon Amsal dari Administrasi "(1946) kritik lapangan, kritik yang dianggap fokus pada Gulick. Ini tidak adanya perhatian untuk pra-Simon sastra yang bermasalah, bagaimanapun, karenaSimon disalah artikan pekerjaan Gulick (Hammond 1990), dan, sebagai akibatnya, generasi sarjana belum membaca karya Gulick dan salah menafsirkan kontribusinya melalui mata kritik Simon Atau,sarjana melihat Gulick memiliki satu fokus yang berpikiran pada efisiensi tetapi tidak menggabungkan berbagai karyanya (lihat Miller 2007, xiii; Rosenbloom dan McCurdy 2007, 3).
Luther Gulick memperlakukan administrasi publik sebagai sebuah desain ilmu pengetahuan, dimana tidak hanya dengan bagaimana sesuatu bisa terjadi tapi bagaimana hal-hal itu mungkin terjadi . pandangan Gulick's pada ruang lingkup administrasi publik ditulisan ini sangat luas. Meskipun gerakan tata kelola kontemporer dibingkai sebagai perspektif inovatif dan lebih luas pada
kebijakan dan administrasi, pemerintahan sebenarnya kembali dengan tradisi administrasi publik dan ilmu politik sebelum revolusi perilaku.
Menurut Luther Gulick pemeran utama dalam Governance adalah sumber daya manusia,dimana ia akan menemukan gagasan menjadi seorang futuris/orang yang memilki gambaran masa depan atau hanya sekedar menemukan teori yang lucu. Saat ia wawancara dengan Paul Van Riper, "tanggung jawab utama saya belum mengembangkan suatu bangunan intelektual yang konsisten dan ilmiah. Tugas saya adalah untuk membujuk para pengambil keputusan politik bertanggung jawab untuk mengambil langkah maju yang masuk akal dalam manajemen pemerintahan. Pendekatan ini lebih mengarah ke arah konsep marshaling opportunistic dan kata-kata yang dirancang untuk menarik klien dari struktur filosofis "(Van Riper 1998, 189). Namun jelas bahwa dalam upaya untuk mempengaruhi reformasi manajemen publik, ia harus membenarkan proposal sendiri; dalam pembenaran ini, kita menemukan banyak bukti bahwa Gulick memiliki visi untuk apa beasiswa administrasi publik dan praktek seharusnya.
Pandangan Luther Gulick membahas bagaimana masa depan administrasi publik dan kemungkinan praktek pada tahun 2020. Pertama, subjek administrasi umum harus padapemerintahan bukan hanya administrasi. Gulick konsisten berpendapat bahwa reformasi administrasi tanpa memperhatikan proses politik akan menyebabkan hasil yang optimal.  Kedua, struktur organisasi lebih dari cara untuk menghasilkan efisiensi yang lebih besar. Struktur organisasi jugabeberapa keuntungan individu, gagasan, dan proses relatif terhadap orang lain. Singkatnya, struktur menciptakan bias, dan ini harus diakui pada saat merancang lembaga. Ketiga, ulama perlu menyadari bahwa struktur formal adalah penting, tetapi hanya bagian dari cerita. Organisasi informal dalam banyak hal bisa jauh lebih penting untuk efektif dan efisien.
Kemudian Anne Khamedian dalam jurnal Public Administration Review dengan judulOrganizing in the Future: Pursuing Purposefulness for Flexible Accountability berpendapat tentang Governance dengan berpandangan sebagai pengorganisasian di masa depan dengan mengejar tujuan Akuntabilitas yang fleksibel.
Dalam konteks ini, saya sarankan fokus Akuntabilitas dan praktek menghadapi tantangan tujuan pengorganisasian adalah tugas para pemimpin organisasi dan manajer. Purposefulness harus diselesaikan setiap hari melalui operasi deliberatif proses yang memfasilitasi diberlakukannya, lokal segera akuntabilitas sebagai proses berkelanjutan. Pada inti dari tujuan organisasi adalah praktek manajemen inklusif (Feldman dan Khademian 2002, 2007; Feldman, Khademian, dan Cepat 2009), atau upaya terus menerus untuk memahami, terlibat, dan menempa cara mengetahui pekerjaan yang terkait dengan program atau kebijakan untuk menjamin tujuan yang berkembang(Feldman et al 2006).
Akuntansi untuk perilaku tidak lagi terbatas dengan reaksi, tetapi merupakan bagian dari upaya harian untuk mengidentifikasi dan terlibat alternatif cara mengetahui pekerjaan. Kendala pada pendekatan ini untuk menempa sebuah tujuan organisasi yang bervariatif. Harapan normatif tentang peran manajer publik dalam demokrasi, serta realitas politik kelembagaan dan kelompok-kelompok terorganisir merupakan kendala yang bercokol, batas jangkauan eksperimen manajerpublik dalam bekerja untuk membantu proses musyawarah inklusif. Tapi kembali ke dasar-dasar pengorganisasian, dinamika yang membuat tujuan mengorganisir mungkin, dan pemahaman yang lebih dalam memfasilitasi dan mendukung peran manajer publik dalam proses yang bernilai usaha.
Sebagaimana tujuan penyelenggaraan publik yang menjadi lebih penting, pergeseran penegakan upaya pengorganisasian dari suatu proses akar norma yang kolektif, membentuk, dan memberlakukan batasan perilaku untuk upaya penegakan yang dilakukan oleh polisi , pengacara,administrator, dan auditor. Dari gerakan Progresif seterusnya, kita harus mengandalkan lapisan,konsolidasi, ekspresi eksplisit dari aturan, yang membentang kecil kontrol sebagai metode pengorganisasian untuk terlibat masalah yang paling menantang kita secara kolektif (Kettl 2009;Knott dan Miller 1988; Kronenberg dan Khademian 2009).  Mengidentifikasi cara-cara untuk mewujudkan lebih fleksibel, desentralisasi, dan pendekatan jaringan untuk ikut berpartisipasi dalam era tantangan intelektual secara kolektif. Tapi di mana kita harus memfokuskan beasiswa dan praktek dalam rangka untuk mengidentifikasi kapasitas yang diperlukan untuk mengorganisir secara fleksibel belum terarah? Pertimbangkan salah satu bentuk yang paling dasar pengorganisasian yang telah dilakukan sejak anak-anak sekolah. Perbedaan Fundamental antara penyelenggaraan kasus hariandan pengorganisasian untuk keamanan tanah air, tentu saja. Di antara perbedaan-perbedaan adalah tujuan utama memaksimalkan bermain versus mencegah atau merespon bencana dan tindak terorisme. Tapi pengorganisasian juga paralel kapasitas kita untuk mencapai tujuan. Ketika kita tidak dapat mencapai tujuan yang sama, kita cenderung untuk menempa hirarki, penuh aturan. Ironinya  adalah bahwa kita menyamakan hirarki dengan jelas, ketika itu, saya berpendapat, justru sebaliknya. Ketika ada tujuan bersama yang terkait dengan pengorganisasian, akuntabilitas dapat dilaksanakan secara fleksibel, desentralisasi, dan lokal. Jika siswa meninggalkan permainan ditaman bermain, aturan disesuaikan, tim kuadrat, dan memutar terus. Apa yang kita bisa belajar dari penyelenggaraan taman bermain, bagaimanapun, adalah bahwa semakin jelas kita tentang tujuan organisasi, semakin terdesentralisasi dan langsung proses akuntabilitas dapat. Operative deliberatif memungkinkan proses mekanisme akuntansi alternatif yang tidak tersedia dalam bentuk tradisional hirarki. Apa yang kita membayar kurang memperhatikan adalah proses yang sedang berlangsung akuntabilitas dalam bentuk-bentuk pengorganisasian yang rutin bekerja karena proses akuntansi yang dibangun ke dalam mengorganisir. Ketika sebuah konsensus tujuan tidak dapat tercapai, kita menempuh hierarki dan berharap untuk yang terbaik.
Tercermin juga kontribusi teori Governance bagi penerapannya dalam dunia usaha, karna pada dasarnya pertama kali istilah Governance dikenalkan oleh Bank Dunia, yang ditekankan pada dunia ekonomi, Peter J. Buckley and Roger Strange dalam Jurnal The Governance of the Multinational Enterprise: Insights from Internalization Theory, yang lebih menekankan pada teori Internalisasi. Internalisasi teori telah lama memberikan alasan kuat bagi keberadaan MNE sebagai mekanisme pemerintahan, meskipun klaim saingan teori berbasis sumber daya dan teori evolusiperusahaan. Meskipun umur panjang, kami tetap akan berpendapat bahwa lebih banyak penelitian diperlukan pada sifat dan pentingnya biaya transaksi internal dan pada proses sebenarnya perumusan strategi oleh manajer MNE. Dalam hal ini, ada ruang untuk menggabungkan wawasan teori internalisasi dengan orang-orang dari analisis kelembagaan dan teori keagenan. Internalisasi teori telah lama menyediakan salah satu rasional teoritis utama keberadaan perusahaan multinasional. Hal ini didirikan pada gagasan dasar yang eksploitasi aset perusahaan 'berbasis pengetahuan melintasi batas batas nasional sering paling efisien dilakukan secara internal di dalam struktur hirarki dari perusahaan multinasional. Internalisasi teori belum tanpa kritik, terutama olehpara pendukung teori evolusi dari perusahaan.
Secara khusus, penulis ingin menyarankan dua baris menjanjikan penelitian masa depan. Yang pertama berfokus pada biaya transaksi internal yang terkait dengan pemerintahan dan organisasi kegiatan dalam Perusahaan Multinasional, dan di sini kami menyoroti biaya perolehan informasi dan transmisi, biaya koordinasi, dan biaya menyelaraskan kepentingan para pemangku kepentingan yang berbeda dalam Perusahaan Multinasional. Yang kedua membahas implikasi dari asumsi yang berbeda tentang kecenderungan risiko Perusahaan Multinasional. Internalisasi teori secara implisit mengasumsikan bahwa Perusahaan Multinasional adalah risiko netral, tapi kami berpendapat bahwa ada banyak alasan untuk percaya bahwa asumsi ini tidak realistis. Selanjutnya titik ini, sikap yang berbeda terhadap risiko dapat memiliki dampak pada struktur tata kelola yang lebih disukai untuk transaksi internasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar